Senin, 02 Januari 2012

pengendalian secara kimiawi DDPT


PENGENDALIAN SECARA KIMIAWI
HAMA WERENG COKELAT ( Nilaparvata lugens) PADA TANAMAN PADI











OLEH :
KELOMPOK 21

1.      CANDRA H. SILABAN
2.      POSMA ANDRI OCTAVIA SIAGIAN
3.      SRI AGUSTINA
4.      GUNATA KUSUMA
5.      MAHENDRA GUPTA



PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
I.                   PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
            Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang terdiri  dari hama, penyakit dan gulma, merupakan kendala utama dalam budidaya tanaman. Organisme pengganggu tanaman ini pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan, ini dikarenakan antara tanaman yang dibudidayakan dengan OPT ini bersaing untuk mendapatkan makanan, serat dan tempat perlindungan, maka dari itu untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas tanaman tersebut. Oleh karena itu pencarian teknologi pengendalian OPT terus berkembang sejalan  dengan perkembangan teknologi dan tuntutan sosial, ekonomi dan ekologi.
Dalam suatu ekosistem pertanian antara tanaman dengan OPT saling berkesinambungan baik itu dari sisi positif maupun negatifnya. Van des Bosch (1990) mengemukakan pengendalian hama dan tindakan-tindakan pengelolaan sumberdaya lainnya adalah rancangan manipulasi ekosistem untuk melestarikan kualitas sumber daya, meningkatkan kesehatan dan kenyamanan manusia, atau mempertinggi produk makanan serat. Usaha ini memerlukan tenaga kerja, materi, energi dan modifikasi lingkungan. (Suharno. 2005)
Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.
Telah disadari bahwa pada umumnya pestisida merupakan bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Namun demikian, pestisida juga memberikan manfaat, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pembanguna di berbagai sektor, termasuk pertanian. Memperhatikan manfaat dan dampak negatifnya, maka pestisida harus dikelola dengan cara sebaik-baiknya sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak negatif yang sekecil-kecilnya.
 Tindakan pengendalian hama adalah keputusan yang di ambil secara sadar untuk memanfaatkan materi, energi dan tenaga untuk memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu dan untuk melangkah lebih jauh ke prioritas-prioritas yang mungkin dicapai. Untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman ini dari tahun ke tahun mengalami revolusi, mulai dari cara tradisional, sampai penggunaan pestisida. Dengan dijalankan pengunaan pestisida yang kurang memperhatikan dampak penggunaannya terhadap ekosistem lingkungan pertanian , maka dibutuhkan cara efektif dan efisien yang dikenal pengendalian OPT terpadu. Cara ini memiliki dasar ekologis dan dan menyandarakan diri pada factor-faktor mortalitas alami seperti musuh alami dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang mendatangkan gangguan sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut.
            Pengendalian hama secara kimiawi merupakan pengendalian hama dengan menggunakan zat kimia. Pengendalian hama ini biasa dilakukan dengan penyemprotan zat kimia pada bagian tumbuhan. Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Olehnya itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit.
Permasalahan yang terjadi sekarang, petani semakin cenderung menggunakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara kimiawi yakni dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan petani akan interaksi tanaman dan musuh-musuh alaminya. (Tobing,dkk.2001)


B. Tujuan
     
            Adapun tujuan pembuatan makalah adalah untuk memberikan pengetahuan tentang hama tanaman padi yaitu wereng coklat dan teknik pengendalian kimiawi yang dilakukan untuk mengendalikan hama tersebut.




II.                TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman
1.      Sistematika
Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
kingdom          : Plantae
divisi               : Spermatophyta
sub divisi         : Angiospermae
kelas                : Monotyledonae
famili              : Gramineae (Poaceae)
genus               : Oryza
spesies             : Oryza sativa
2.      Morfologi
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi bila malai belum keluar, dan sesudah malai keluar tingginya diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu  sifat baku (keturunan). Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm.
          Akar tanaman padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua macam akar yaitu :
1.    Akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara,
2.    Akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal. Akar ini disebut adventif/buku, karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar yang telah tumbuh sebelumnya (Suharno. 2005).
          Batang terdiri atas beberapa ruas yang dibatasi oleh buku, dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Jumlah buku sama dengan jumlah daun ditambah dua yakni satu buku untuk tumbuhnya koleoptil dan yang satu lagi buku terakhir yang menjadi dasar malai. Ruas yang terpanjang adalah ruas yang teratas dan panjangnya berangsur menurun sampai ke ruas yang terbawah dekat permukaan
tanah (Tobing, dkk.2001).
          Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang seling terdapat satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas : 1. Helaian daun yang menempel pada buku melalui pelepah daun, 2. Pelepah daun yang membungkus ruas di atasnya dan kadang-kadang pelepah daun dan helaian daun ruas berikutnya, 3. Telinga daun (auricle) pada dua sisi pangkal helaian daun, 4. Lidah daun (ligula) yaitu struktur segitiga tipis tepat di atas telinga daun, 5. Daun bendera adalah daun teratas di bawah malai (Suharno. 2005).
          Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Malai terdiri dari 8–10 buku yang menghasilkan cabang–cabang primer selanjutnya menghasilkan cabang–cabang sekunder. Dari buku pangkal malai pada umumnya akan muncul hanya satu cabang primer, tetapi dalam keadaan tertentu buku tersebut dapat menghasilkan 2–3 cabang primer (Tobing, dkk. 2001).
3.      Syarat Tumbuh
a.                  Iklim
Tanaman padi dapat hidup baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C.
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis 450 LU – 450 LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau, produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun, karena penyerbukan kurang.
Menurut Luh (1991), temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang juga rendah pada waktu bunting dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari
b.                  Tanah
Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup (http://litbang.2008).
Keasaman tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah antara pH 4,0–7, 0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya, tanah berkapur dengan pH 8,1–8, 2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral (http://www.warintek.ristek.go.id.2008).

B. Hama Tanaman Padi
Wereng coklat (Nilavarpata lugens Stal.) merupakan salah satu hama padi yang dapat menimbulkan kerusakan secara mendadak karena perkembangannya berlangsung sangat cepat. Selain dapat menimbulkan kerusakan langsung pada tanaman padi, hama ini juga dapat berfungsi sebagai vektor penyakit yang disebabkan oleh virus (Surachman & suryanto. 1997).

I. Sistematika
Menurut Stal, klasifikasi wereng coklat adalah sebagai berikut:
kingdom          : Animalia
filum                :
Arthropoda
subfilum          :
Hexapoda
kelas                :
Insecta
ordo                 :
Hemiptera
famili               :
Delphacidae
genus               :
Nilaparvata
spesies             : Nilaparvata lugens

II. Morfologi
Imago Nilaparvata lugens mempunyai 2 bentuk ukuran sayap yaitu makroptera (bentuk yang bersayap panjang) dan brakhiptera (bentuk yang bersayap pendek). Dimorfisme sayap ini berhubungan dengan kepadatan populasi yang terkait dengan persediaan makanannya (Kalshoven 1981). Warna tubuh fase imagonya adalah cokelat kekuning kuningan sampai cokelat tua. Panjang tubuh imago betina 3-4 mm dan imago jantan 2-3 mm. Imago betina mempunyai abdomen yang lebih gemuk daripada imago jantan (Harahap & Tjahjono 1997).
III. Biologi
              N. lugens berkembang dengan metamorfosis tidak sempurna yang dalam siklus hidupnya terdapat stadium telur, nimfa dan dewasa dan pada suhu 20 OC -30 OC WBC membutuhkan 50 hari untuk menyelesaikan siklus hidupnya yang diawali dengan peletakan telur oleh imago betina (Djafaruddin 1996). Telur akan menetas 7-10 hari setelah diletakkan dan berkembang menjadi nimfa. Nimfa terdiri dari 5 fase perkembangan (instar) yang berlangsung selama 12-15 hari. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan periode nimfa yaitu 12,82 hari (Harahap & Tjahjono 1997).
            Sedangkan untuk seekor imago betina dapat berkopulasi lebih dari sekali
selama hidupnya dan jantan dapat kawin paling banyak dengan 9 ekor betina selama 24 jam. Pada fase imago N. lugens siap berkopulasi dan meletakkan telur. Seekor imago betina dalam masa hidupnya 10-24 hari mampu meletakkan telur sebanyak 300-350 butir (Harahap & Tjahjono 1997).



IV.             Gejala serangan
             Bagian tanaman padi yang diserang oleh wereng coklat adalah bagian batang padi, dengan cara menghisapnya. Dampak dari serangan hama wereng coklat ini dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat menyebabkan hopperburn. Hopperburn adalah gejala yang timbul pada tanaman padi yang terserang wereng coklat dengan ciri tanaman menjadi kering seperti terbakar dan akhirnya mati. Secara tidak langsung wereng coklat ini dapat berperan sebagai vector penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput. Kerdil hampa adalah penyakit pada tanaman padi dengan gejala tidak terisinya malai. Sedangkan kerdil rumput merupakan penyakit lanjutan dari penyakit kerdil hampa. Ciri khas dari penyakit kerdil rumput ini adalah selain malai tidak terbentuk, tanaman padi tumbuh dan berkembang menyerupai rumput ilalang.








B.Pembahasan
Salah satu hama utama yang menyerang tanaman padi adalah hama wereng coklat (Nilaparvata lugens). Wereng coklat dapat berkembang biak dan menyebar dengan cepat sehingga keberadaannya sangat ditakuti oleh petani.
            Hama ini termasuk kedalam ordo hemiptera yang mengalami metamorphosis paurometabola (telur-nimfa-imago) sehingga fase merusak berada pada fase nimfa dan imagonya. Tipe alat mulutnya adalah menusuk menghisap (haustelata).
                Dalam masa perkembangannya, wereng coklat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu makroptera dan brakhiptera. Makroptera adalah wereng coklat yang memiliki sayap panjang. Wereng coklat ini dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan terbang menggunakan sayapnya tersebut. Sedangkan brakhiptera adalah wereng coklat yang bersayap pendek. Wereng coklat ini mempunyai kemampuan bereproduksi yang tinggi. Jenis wereng coklat brakhiptera dapat berubah menjadi makroptera apabila populasi wereng coklat pada suatu pertanaman sudah terlalu banyak
            Pada skala serangan yang tinggi, hama wereng coklat dapat menurunkan produktivitas padi dan dapat menurunkan pendapatan para petani padi. Tidak hanya itu, dampak dari serangan ini juga dapat mengurangi ketersedian pasok beras di pasaran.
            Mengingat dampak dari serangan yang merugikan petani padi maka perlu dilakukan pengendalian terhadap hama wereng coklat tersebut. Ada banyak teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan hama ini antara lain, pengendalian kultur teknis, hayati, kimiawi dan menanam tanaman yang tahan hama. Namun dalam pembahasan makalah ini kami hanya membahas teknik pengendalian secara kimiawi.
            Pengendalian secara kimiawi biasanya identik dengan pengendalian dengan menggunakan zat kimia (Pestisida). Pengendalian hama ini sering dilakukan oleh petani. Oleh karena  itu pengendalaian hama secara kimiawi sering dimasukkan ke dalam langkah pemerantasan hama dan penyakit.
Seiring berkembangnya metode pengendalian hama, ada beberapa macam pestisida, yakni : fungisida, insektisida, herbisida, nematisida, akarisida, ovarisida, bakterisida,larvasida, dan lain-lain.
            Salah satu cara pengendalian hama wereng coklat secara kimiawi adalah dengan menggunakan insektisida. Beberapa jenis insektisida yang spesialis untuk mengendalikan hama wereng coklat ini:
1.    Bahan aktif Buprofezin. Biasanya dengan nama dagang Applaud. Dengan formulasi EC, WP dan F insektisida ini mempunyai cara kerja yang spesifik yaitu menghambat pergantian kulit pada hama wereng coklat.
2.    Bahan aktif Imidakloprid. Dipasaran dijual dengan nama bermacam-macam diantaranya Confidor, Winder, Imidor, Dagger dan masih banyak lagi insektisida yang beredar dengan bahan aktif imidakloprid ini.
3.    Bahan aktif BBMC. Dijual dengan merek dagang Bassa, Baycarb, Dharmabas, Hopsin, Kiltop dan lain-lain. Cara kerja insektisida ini adalah kontak. Walaupun harganya murah namun dalam penggunaannya harus dengan konsentrasi yang besar sekitar 2-4 ml/ liter.
4.    Bahan aktif MIPC. Dipasaran biasanya dikenal dengan nama Mipcin, Mipcindo, Mipcinta, Micarb dan lain-lain. Sebenarnya MIPC ini masih satu golongan dengan BBMC yaitu kategori golongan Karbamat. Cara kerja kontak dan efikasi dalam menendalikan hama wereng coklat masih diatas BBMC.
5.    Bahan aktif Fipronil. Insektisida ini biasa kita kenal dengan nama Regent. Dengan formulasi SC regent mampu mengendalikan hama wereng coklat dengan cara sistemik. Formulasi terbaru regent WDG (sacset) ternyata lebih ampuh.
6.    Bahan aktif klorantraniliprol dan tiametoksam. Merupakan insektisida generasi terbaru yang memiliki spektrum luas untuk mengendalkan beberapa hama pada tanaman padi. Bahan aktif ini biasa kita kenal dengan nama dagang Virtako.
7.    Insektisida organik. Insektisida ini sangat ramah lingkungan dengan bahan baku bisa kita dapatkan melimpah disekitar kita. Ada beberapa kelemahan dan kelebihan Insektisida organik. Contoh insektisida organik untuk mengendalikan hama wereng adalah daun sirsak.
Kebanyakan para petani padi menggunakan insektisida dengan merek virtako. Cara pengendalian hama wereng coklat dengan virtako sangat mudah diterapkan oleh petani. Cukup melakukan penyemprotan dengan dosis dosis 150 ml/ha dengan volume semprot sekurang-kurangnya 300-400 liter perhektar atau kira-kira 20-27 tangki perhektar untuk tangki semprot ukuran 15 liter. Untuk mencapai hasil yang optimal volume semprot tidak boleh kurang dari 20 tangki perhektar karena walaupun virtako bekerja secara sistemik tetap saja diperlukan kemerataan penyemprotan pada tanaman padi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Penyemprotan dilakukan bila di lahan sawah mulai terlihat gejala kemunculan wereng coklat. Setelah itu, secara berturut-turut dilakukan penyemprotan lagi tiap 2 minggu sekali. Untuk kondisi serangan berat, penyemprotan perlu dilakukan sekurang-kurangnya tiap 10 hari sekali.
Meskipun pemakaian insektisida dapat dilakukan dengan mudah dan langsung dapat menanggulangi hama, insektisida mempunyai dampak negatif. Adapun dampak negatifnya yakni :
1.    Hama menjadi kebal/resisten
Apabila pemakaian pestisida yang terus menerus, dapat menyebabkan wereng cokelat menjadi kebal atau resisten terhadap jenis insektisida tersebut. Sehingga dapat memicu ledakan hama.
2.    Terbunuhnya musuh alami
Seperti yang kita ketahui, saat menyemprotkan insektisida memungkinkan predator alami dari wereng coklat ikut terbunuh. Hal ini menyebabkan punahnya musuh alami dan hama wereng coklat berkembang biak dengan pesat.
3.    Terbunuhnya makhluk bukan sasaran
Berbagai jenis makhluk hidup lainnya seperti serangga penyerbuk, saprofit, dan penghuni tanah, ikan, cacing tanah, katak, belut, burung, dan lain-lain ikut mati setelah terkena inseksida tersebut.
4. Pencemaran lingkungan hidup
Air, tanah, dan udara ikut pula tercemar oleh pestisida. Beberapa pestisida dapat mengalami biodegradasi, dirombak secara biologis dalam tanah dan air.
5. Berbahaya bagi manusia.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
·         Hama penting dari tanaman padi adalah wereng coklat (Nilaparvata lugens). Hama ini termasuk kedalam ordo hemiptera yang mengalami metamorphosis paurometabola (telur-nimfa-imago) sehingga fase merusak berada pada fase nimfa dan imagonya. Tipe alat mulutnya adalah menusuk menghisap (haustelata).
·         Wereng coklat merusak tanaman padi dengan cara menghisap batang padi sehingga menimbulkan gejala kering seperti terbakar, dan dapat menyebabkan inveksi virus kerdil hampa serta kerdil rumput.
·         Pada skala serangan yang tinggi, hama wereng coklat dapat menurunkan produktivitas padi dan dapat menurunkan pendapatan para petani padi. Tidak hanya itu, dampak dari serangan ini juga dapat mengurangi ketersedian pasok beras di pasaran.
·         Pengendalian hama wereng coklat dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan insektisida.
·         Insektisida mempunyai beberapa dampak negatif seperti hama menjadi kebal, terbunuhnya musuh alami, terbunuhnya organisme yang bukan sasaran, pencemaran lingkungan, dan berbahaya bagi manusia.

B. Saran
            Mengingat hama wereng coklat sangat mengganggu dan secara ekonomi merugikan para petani, hendaknya saat melakukan pengendalian secara kimiawi diharapkan para petani menggunakan aturan dan dosis yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih lanjut serta tidak menimbulkan efeksamping bagi kehidupan manusia dan alam sekitarnya.
            Untuk menambah pengetahuan petani mengenai hama wereng coklat dan cara penggendaliannya hendaknya pemerintah mengirimkan pendamping petani.

V.                DAFTAR PUSTAKA
Djafaruddin. 1996. Dasar – dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.
Grist D. H. 1960. Rice Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural
            Service, Malaya. Longmans Green and Co Ltd : London.
Harahap IS, Tjahjono B. 1988. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.(http://www.warintek.ristek.go.id., 2008).

Luh B. S. 1991. Rice Production. Volume I. Published by Van Nostrand Reinhold, New York.

Tobing, M.T, Opor, G, Sabar, G dan R. K. Damanik, 2001. Agronomi Tanaman Makanan. Medan: USU Press.

Suharno, 2005. Dinas Pertanian Provinsi DIY. http://www. distanpemda-diy.go.id. [28 Februari 2008].

Surachman & Suryanto. 1997. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Yogyakarta: Konisius.



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar